Saturday, March 27, 2010

Cintai Rasulullah...

Sesungguhnya mencintai Allah bererti mencintai Rasulullah…bagaimana harus kita buktikan bahawa kita mencintai Rasulullah?walaupun, kita mengaku bahawa kita mencintai dan menyayangi Rasulullah, namun kita tidak melakukan apa yang dipelajari oleh Rasulullah, bererti kita berdusta.


Allah ‘azza wa jalla berfirman,


قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ


“Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah (sunnah/petunjuk)ku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Ali ‘Imran: 31)


Imam Ibnu Katsir, ketika menafsirkan ayat ini berkata, “Ayat yang mulia ini merupakan hakim (pemutus perkara) bagi setiap orang yang mengaku mencintai Allah, akan tetapi dia tidak mengikuti jalan (sunnah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dia adalah orang yang berdusta dalam pengakuan tersebut dalam masalah ini, sampai dia mau mengikuti syariat dan agama (yang dibawa oleh) Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam semua ucapan, perbuatan dan keadaannya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/477)


Imam Al Qadhi ‘Iyadh Al Yahshubi berkata, “Ketahuilah bahwa barangsiapa yang mencintai sesuatu, maka dia akan mengutamakannya dan berusaha meneladaninya. Kalau tidak demikian, maka berarti dia tidak dianggap benar dalam kecintaanya dan hanya mengaku-aku (tanpa bukti nyata). Maka orang yang benar dalam (pengakuan) mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah jika terlihat tanda (bukti) kecintaan tersebut pada dirinya. Tanda (bukti) cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang utama adalah (dengan) meneladani beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengamalkan sunnahnya, mengikuti semua ucapan dan perbuatannya, melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangannya, serta menghiasi diri dengan adab-adab (etika) yang beliau (contohkan), dalam keadaan susah maupun senang dan lapang maupun sempit.” (Asy Syifa bi Ta’riifi Huquuqil Mushthafa, 2/24)




Tingkatan dalam menyempurnakan sunnah Nabi Muhammad s.a.w :


1. Tingkatan fardhu (wajib), yaitu kecintaan (kepada Rasulullah s.a.w) yang mengandung konsekuensi menerima dan mengambil semua petunjuk yang dibawa oleh beliau dari sisi Allah dengan (penuh rasa) cinta, ridha, hormat dan patuh, serta tidak mencari petunjuk dari selain jalan (sunnah) beliau secara utuh. Kemudian mengikuti dengan baik agama yang beliau sampaikan dari Allah, dengan membenarkan semua berita yang beliau sampaikan, mantaati semua kewajiban yang beliau perintahkan, meninggalkan semua perbuatan haram yang dilarangnya, serta menolong dan berjihad (membela) agamanya, sesuai dengan kemampuan unutk (mengahadapi) orang-orang yang menentangnya. Tingkatan ini harus dipenuhi (oleh setiap muslim) dan tanpanya keimanan (seseorang) tidak akan sempurna.


2. Tingkatan fadhl (keutamaan/kemuliaan), yaitu kecintaan (kepada Rasulullahs.a.w) yang mengandung konsekuensi meneladani beliau dengan baik, mengikuti sunnah beliau s.a.w dengan benar, dalam tingkah laku, adab (etika), ibadah-ibadah sunnah (anjuran), makan, minum, pakaian, pergaulan yang baik dengan keluarga, serta semua adab beliau yang sempurna dan akhlak beliau yang suci. Demikian juga memberikan perhatian (besar) untuk memahami sejarah dan perjalanan hidup, rasa senang dalam hati dengan mencintai, mengagungkan dan memuliakan beliau,senang mendengarkan ucapan (hadits) beliau, dan selalu (mendahulukan) ucapan beliau di atas ucapan selain beliau. Dan termasuk yang paling utama dalam tingkatan ini adalah meneladani beliau dalam sikap zuhud terhadap dunia, mencukupkan diri dengan hidup seadanya (sederhana) di dunia, dan kecintaan beliau kepada (balasan yang sempurna) di akhirat (kelak)” (Istinyaaqu Nasiimil Unsi min Nafahaati Riyaadhil Qudsi, hal. 34-35)

No comments:

Post a Comment